Jumat, 13 April 2012

UUD 45 Tidak Lagi Memiliki Makna Kesejahtraan

Oleh : Adriansa Manu

KESEJAHTRAAN kata ini seringkali di lontarkan orang-orang yang menganggap adanya ketidak adilan, tidak memiliki kehidupan layak, biasanya di suarakan orang-orang yang lagi menuntut hak-haknya sebagai warga negara. Di indonesia kesejahtraan adalah tujuan utama tertuang dalam UUD 45, sebagai mana negara Republik Indonesia mementingkan kesejahtraan sosial menjauhkan rakyat indonesia dari segalah macam penindasan, penjajahan baik dalam negeri maupun luar negeri.

Indonesia mengamalkan UUD tahun 1945 tersebut, sebagai negara berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia terlihat dalam pembukaan UUD 1945 yang berbunyi Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintahan Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesi”.

Jika melihat isi pembukaan UUD 45 tersebut maka tidak ada alasan bagi pemerintah indonesia mempraktekan kebijakan yang anti terhadap rakyat. Merampas tanah-tanah rakyat, merepresif rakyat dengan kekuatan militer, mengeskploitasi tenaga buruh untuk kepentingan kapital. Bahkan aparat bersenjata negara tidak segan-segan menenembagi rakyat apabila sirkulasi kapital di ganggu. Hal tersebut terlihat di berbagai daerah, kota di indonesia dimana negara merampas hak-hak rakyat, mulai dari tanah, udara, air dan laut di konversi menjadi kepemilikan negara yang tidak lain di kontrakan bagi para pemodal. Untuk melakukan pengerukan sumber daya alam di Indonesia mereka juga di bebaskan untuk terus mengekspansi kapitalnya.

Di jaman pemerintahan Ir. Soekarno, UUD tahun 1945 masih memiliki makna. Perlawanan terhadap negara kolonial dan menolak kedatangan negara imperialialisme masuk berinvestasi di indonesia. Soekarno dengan terang-terangan mengatakan maksud kedatangan Imperialisme datang ke Indonesia adalah untuk memenuhi hasratnya mengakumulasi modal dan keuntungan (ekonomis). Dengan kepentingan Akumulasi Modal itulah, Soekarno membedah hubungan Imperialisme dan Kapitalisme Itu sendiri, kapitalisme mendorong terjadinya apa yang ia sebut sebagai exploitation de l’homme par l’homme atau eksploitasi manusia oleh manusia lain.
Soekarno berhasil mengubah kebijakan kolonial menjadi penguasaan negara di antaranya Menasionalisasikan Bank Java menjadi Bank Indonesia, Mengamankan usaha-usaha yang menyangkut harkat hidup orang banyak, Berusaha memutuskan kontrol Belanda dalam bidang perdagangan ekspor-impor, Serta beberapa kebijakan lainya yang ditujukan untuk memajukan perekonomian indonesia.

Namun sistem ekonomi Indonesia pada massa itu sangat sulit, karena bangsa Indonesia menghadapi gejolak sosial, politik dan keamanan yang sangat dahsyat, sehingga pertumbuhan ekonomi kurang diperhatikan. Kegiatan ekonomi masyarakat sangat minim, perusahaan-perusahaan besar saat itu merupakan perusahaan peninggalan penjajah yang mayoritas milik orang asing, dimana produk berorientasi pada ekspor. Kondisi stabilitas sosial politik dan keamanan yang kurang stabil membuat perusahaan-perusahaan tersebut stagnan. Sehingga pembangunan ekonomi orde lama mencapai puncak kegagalan.

Karena pergolakan politik kemudian Ir. Soekarno tersingkirkan dan digantikan oleh pemerintahan yang relatif diktator anti terhadap rakyat di sebut sebagai era orde baru dan di pimpin oleh seorang yang berlatar Militer H.M Soeharto. Kebijakan yang di keluarkan oleh pemerintahan Soeharto pada massa itu adalah menerapkan disiplin ekonomi yang bertujuan menekan inflasi, menstabilkan mata uang, penjadwalan ulang hutang luar negeri, dan berusaha menarik bantuan dan investasi asing. Pada era tahun 1970-an harga minyak bumi yang meningkat menyebabkan melonjaknya nilai ekspor, dan memicu tingkat pertumbuhan ekonomi rata-rata yang tinggi sebesar 7% antara tahun 1968 sampai 1981. 

Reformasi ekonomi lebih lanjut menjelang akhir tahun 1980-an, antara lain berupa deregulasi sektor keuangan dan pelemahan nilai rupiah yang terkendali, selanjutnya mengalirkan investasi asing ke Indonesia khususnya pada industri-industri berorientasi ekspor pada antara tahun 1989 sampai 1997. Sayangnya ekonomi indonesia pada akhir tahun 1990-an mengalami kemunduran akibat krisis yang melanda sebagian besar Asia dan juga tekanan-tekanan politik yang menolak Soeharto untuk turun sebagai presiden hingga akhirnya masa orde baru berakhir dengan pengunduran diri Soeharto tanggal 21 Mei 1988 yang di nilai berwatak militerisme yang anti terhadap rakyat.

Situasi Indonesia Pasca Reformasi
Apa yang terjadi dari semenjak Kolonial, Orde Baru, Reformasi dan Demokrasi saat ini sebetulnya adalah pengulangan, di mana monopoli perampasan tanah juga terjadi, pertanian rakyat digantikan dengan industri pertambangan dan perkebunan sklah besar, kepemilikannya juga dimiliki secara pribadi oleh para pemodal. Penting di garis bawahi, bahwa transformasi indonesia dari sejak 1998 hingga sekarang, penting dilihat dengan sunggu-sunggu, karena ketika reformasi sepertinya rakyat banyak menaruh harapan tarik rezim baru yang dapat membawa kemajuan, namun yang terjadi justru berbalik. Benar kita punya rezim relatif demokratis secara elektoral, ada pemilihan, dari pusat hingga daerah, dilakukan secara reguler.
Pemerintahan yang relatif demokratik secara elektoral namun secara fungsional melayani kepentingan korporasi. Di jaman orde baru kebijakan pemerintah pusat adalah mengeluarkan izin investasi, hal itu juga dapat dilakukan pemerintah daerah mengeluarkan izin dengan bebas.
Tidak ada perubahan yang penting, dari transformasi itu. Transformasi dari sebuah sistem politik yang relatif diktatorship ke sistem politik yang relatif demokratis, dalam tanda petik secara elektoral. Sama sekali tidak melahirkan ekonomi yang penting, teruma misalnya, jika dilihat hubungan negara dengan modal, negara tetap melayani kepentingan modal contoh-contoh konflik terbaru misalnya di Bima, Mesuji, Papua dan Batam itu adalah contoh yang kongkrit, di mana aparat kekerasan negara, seperti Polisi, Brimob dan Tentara, bisa digunakan kapan saja, ketika sirkulasi kapital diganggu.

Konflik antara kelas pekerja dengan kelas kapitalis tidak di mediasi oleh negara yang katanya secara teori negara akan bertindak adil mengambil peran kepentingan semua, tapi dalam hal yang kongkrit terlihat bahwa yang disebut dengan negara reformasi itu mengabdi pada kepentingan para pemodal, petani yang kehilangan tanah, berusaha untuk mendapatkannya, berhadapan langsung dengan kekeraan aparat bersenjata negara, misalnya di Mesuji, begitu juga di Freeport dan Batam kaum buruh berjuang untuk bisa mendapatkan upah minimum regional.

Adil di hadapi dengan kekerasan bersenjata, sehingga apa yang terjadi sebetulnya merupakan watak negara borjuis, itu simple-nya dari jaman orde baru sampai sekarang, sama sekali tidak berubah yang berubah adalah bahwa indonesia mempunyai mekanisme elektoral dimana muncul apa yang disebut dengan negara demokratis secara formalistik.
Negara Indononesia memiliki pemilihan umum tetapi secara riil apa yang di bayangkan sebagai masyarakat yang demokratis itu tidak terwujud dalam pengertianya. Negara ini sebetulnya adalah negara yang mengabdi kepada kepentingan. Dalam situasi pasca reformasi sebetulnya karakter negara kita tidak memiliki perubahan apapun. 

Malah kalau kita bawa jauh kebelakang, negara modern yang kita miliki saat ini juga sama dengan negara jaman kolonial, negara kolonial belanda menyingkirkan penduduk, merampas alat produksi dengan kekerasan, eksploitasi buruh dengan murah oleh klas kapitalis belanda atau metropolitan pada jaman itu yang dilindungi oleh negara kolonial.

Di jaman orde baru situasi itu di ulang kembali, setelah reformasi kita menghadapi kenyataan bahwa tidak ada transformasi apapun dari negara jaman kolonial, negara orde baru dengan negara reformasi yang kita miliki saat ini, secara kasar bahwa dari segi ekonomi politik, Indonesia berada dalam satu situasi, hidup dalam satu sistem kapitalistik. Dimana semua hal akan mengabdi pada sistem ini mulai dari sistem ekonomi, sistem politik, sosial, budaya dan semua.

Problem rakyat saat ini sama, rakyat berada dalam suatu sistem kapitalisme yang semakin dalam ekspansinya. Kalau di Sulawesi Tengah sebelum tahun 1998, sistem kapital masih umum sekali, sekarang dapat dilihat pengaruhnya luar biasa, pemerintah kota paling aktif mencari investor seperti membangunan Mall, reklamasi pantai dengan alasan pembanguan ekonomi dan penciptaan lapangan pekerjaan. 

Hal tersebut bukan kapital produktif, bukan kapital finance tapi kapital komersial, yang mengakibatkan hancurnya usaha-usaha sektor kecil ekonomi informal seperti kios-kios dan para pedagang kaki lima.***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar