Jumat, 13 April 2012

Potret Pemimpin RI:”Berkorban” atau “ Membuat Korban”

Berkorban merupakan sebuah tindakan yang mulia. Hampir diseluruh agama yang diakui di Indonesia ini mengisyaratkan kepada jemaanya untuk melaksanakan “berkorban”. Berkorban merupakan tindakan yang dilakukan oleh manusia yang merelakan kepentingannya sendiri demi kepentingan orang lain (melayani). Tidak banyak orang yang mau berkorban, karena secara langsung hasil yang akan diterima tidak seinstan ketika kita berkorban buat orang lain. berkorban cenderung mengakibatkan kerugian sementara bagi orang yang melakukannya. Misalnya ketika mengantri membeli karcis , tiba-tiba ada seorang nenek-nenek yang sudah tua renta ikut mengantri di belakang kita, maka kalau kita mau berkorban maka kita otomatis harus merelakan posisi antrian kita kepada si nenek. Hal tersebut akan membuat kita rugi secara waktu, akan tetapi secara moral kita sangat diuntungkan.

Tindakan berkorban sering dilatarbelakangi oleh hati nurani pelakunya. Ketika manusia masih memiliki hati nurani, maka berkorban bukan merupakan sesuatu hal yang sulit. Ketika hati nurani sudah tumpul maka kita akan memkasimalkan kinerja otak yang sangat free. Hal ini yang sering terjadi di kalangan pemimpin Indonesia saat ini. Mereka lebih sering menggunakan akal pikirannya untuk menentukan sebuah kebijakan yang harus dilakukan oleh masyarakat. Akal pikiran yang mereka tentukan tidak diikuti dengan hati nurani yang bisa membuat mereka (pemimpin.red) untuk berkorban demi kepentingan masyarakat. Misalnya realisasi undang-undang ketenaga kerjaan yang mengijinkan para pengusaha untuk membuat sistem outsorcing dan sistem kontrak secara sepihak banyak merugikan para buruh, terutama kalangan buruh yang sudah berkeluarga. Mereka harus siap di PHK setiap 3 bulan sekali ketika kontrak habis , tanpa ada kewajiban membayar insentif pesangon bagi buruh. Hal ini tentunya membuat rasa geli, karena pemerintah bukannya berkorban bagi rakyat dengan menekan para pengusaha malah mengorbankan para buruh. Mungkin pemikiran saya tidak terlalu luas mengenai kebijakan tersebut, akan tetapi kenyataan yang saya lihat setiap may day para buruh selalu turun ke jalan menuntut agar Undang-Undang tersebut ditarik.

Masyarakat sering menjadi korban dengan membayar pajak untuk membiayai seluruh infrastruktur utama, pendukung dan cadangan agar roda pemerintahan negara bisa berjalan. Akan tetapi, hasilnya belum maksimal dirasakan oleh masyarakat, malah masyarakat kembali harus menangis karena mereka hanya menyaksikan hasil keringat mereka yang dibayar ke negara dimakan oleh oknum-oknum tertentu (korupsi.red) demi kepentingan sendiri atau kelompok (ego sektoral). Menghadapi maraknya budaya negatif korupsi pemrintah seakan seperti singa ompong yang tidak mampu menunjukkan taringnya untuk membrantas penyakit yang membuat masyarakt sengasara ini. Beginilah potret pemimpin kita saat ini, lebih cenderung membuat korban daripada berkorban demi rakyatnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar