Kamis, 03 Mei 2012

Pendidikan yang Bermutu Itu Harus Mahal?


13348016871525474440
Ilustrasi/Admin (cakrawalainterprize.com)


Ujian Nasional tingkat SMA,SMK dan Sederajat sudah selesai. Dari sekian banyak pelajar tingkat SMA,SMK dan Sederajat tadi setelah lulus nanti,tidak sedikit dari mereka akan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu bangku kuliah. Tapi apa jadinya jika putera-puteri bangsa ini tidak mampu tapi berbakat dan berprestasi,harus putus sekolah?
Berikut ada sebuah kisah nyata yang menurut saya cukup menarik untuk di cermati dan di ambil hikmahnya terutama mengenai potret buram dunia pendidikan bangsa ini.

Seorang anak baru selesai Ujian Nasional tingkat SMA,si anak memiliki sebuah pemikiran yang sebenarnya pintar,kreatif dan maju, sayangnya pemikirannya ini tidak sejalan dengan ekonomi orang tuanya. Setelah menerima ijasah SMA nya nanti, sang anak berangan-angan untuk melanjutkan pendidikanya ke tingkat perguruan tinggi. Dengan penghasilan orang tuanya yang hanya pas-pas an, bapaknya hanya seorang petani dan ibu nya seorang pembantu rumah tangga. Mungkin impian anak tadi untuk bisa melanjutkan pendidikannya di bangku kuliah hanya sebatas angan-angan. Tetapi sang anak tidak langsung menyerah. Biasanya perguruan tinggi negeri tiap tahunnya membuka penerimaan mahasiswa baru lewat jalur undangan kepada setiap sekolah tingkat menengah atas (SMA). Sekolah biasanyamemberi fasilitas jalur undangan tersebut kepada para siswa yang berprestasi. Karena sang anak selama di tingkat SMA berprestasi, Sang anak memutuskan untuk masuk Perguruan Tinggi Negeri melalui jalur undangan tersebut. Berharap dengan jalur undangan ini sang anak mendapat keringanan dalam masalah biaya kuliah karena memang dia berprestasi. Sang anak memang diterima di salah satu perguruan tinggi yang dia pilih.
Namun kebahagiaan dan kebanggaannya berubah drastis menjadi kekecewaan dan kesedihaan. Impian anak tadi untuk mendapat keringanan biaya kuliah dengan masuk ke perguruan tinggi lewat jalur undangan, ternyata hanya mimpi,Dengan berkedok uang fasilitas, uang gedung, dan uang ekstrakurikuler, yang tidak tanggung mahalnya yang selama ini kita lihat setiap masuk perguruan tinggi lewat jalur seleksi yang dimasa penulis disebut SPMB (seleksi penerimaan mahasiswa baru) ternyata tidak hanya jalur seleksi saja berlaku,biaya-biaya tersebut juga berlaku terhadap mahasiswa yang berprestasi yang diterima lewat jalur undangan ke setiap sekolah-sekolah. sang anak akhirnya menyerah juga,Impiannya pun untuk melanjutkan pendidikannya di tingkat perguruan tinggi hanya sebatas mimpi karena mahalnya biaya pendidikan.
Cerita di atas memang bisa membuat orang bergeleng kepala, namun itulah nyatanya di dalam dunia pendidikan. Ada banyak cerita seperti kasus diatas di mana banyak putera-puteri bangsa ini yang memang berprestasi tapi karena mahalnya biaya pendidikan membuat masyarakat miskin tidak memiliki kesempatan yang sama dengan golongan masyarakat kaya.Tentu tidak ada pilihan lain, kecuali putus sekolah.Sudah bukan hal yang baru lagi, jika ditemukan lembaga pendidikan yang mematok biaya dengan cukup mahal.. Apalagi ketika dibuka penerimaan kelas unggulan ataupun kelas internasional, hanya mereka yang berada yang dapat mengikutinya. Cukup sediakan dompet yang tebal, maka impian untuk masuk kelas unggulan atau internasional sekalipun dapat terwujud dengan mudah meskipun dengan kualitas yang pas-pasan.
Maka seperti kata pepatah: Uang yang mengatur segalanya, memang tidak dapat kita nafikan. Bagi si kaya, mudah saja mendapatkan berbagai fasilitas pendidikan dengan hanya menyediakan berlembar-lembar uang. Dengan uang, pendidikan dapat dibeli dengan mudahnya. Dampaknya, kualitas pendidikan dan output yang dicetak tidak memuaskan bahkan dinilai sangat buruk. Namun bagi kalangan bawah, pepatah ini justru menjadi salah satu momok yang sangat meresahkan mereka. Kembali, mereka dirugikan. mereka yang tidak mampu tetapi berbakat hanya bisa menempuh pendidikan ala kadarnya.dan bahkan putus sekolah,Akibatnya kualitas yang baik akan tertutupi dengan kualitas yang tidak begitu memadai.
Pendidikan merupakan hal mendasar yang harus diperoleh oleh semua warga negara. Setiap warga berhak mendapatkan pendidikan yang layak, tanpa melihat status sosial warga tersebut. Hal ini diatur dalam konstitusi Negara Republik Indonesia, yaitu dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1. Namun idealitas ini sangat berbanding terbalik dengan kenyataan yang ada dalam masyarakat. Salah satu penyebabnya adalah akibat meruaknya praktik komersialisasi pendidikan yang menyebabkan idealitas hanya sebatas impian belaka. Dunia pendidikan sudah diperjualbelikan oleh sebagian oknum yang memegang kendali atas pendidikan. Karena dalam lembaga pendidikan di Indonesia berlaku argumen “pendidikan yang bermutu itu harus mahal” yang menjustifikasi mahalnya biaya pendidikan di Indonesia. Mahalnya biaya pendidikan di Indonesia tidak terlepas dari peraturan pemerintah. Selain itu adanya campur tangan oknum lain yang menginginkan keuntungan, menjadikan pendidikan sebagai ladang bisnis baru demi mendapat keuntungan sebesar-besarnya. Sebab Melambungnya biaya pendidikan sekarang ini tidak lepas dari kebijakan pemerintah yang menerapkan manajemen berbasis sekolah (MBS). Realitasnya, MBS di Indonesia lebih dimaknai sebagai upaya untuk melakukan mobilisasi dana. Akibatnya, dewan pendidikan yang merupakan dewan MBS selalu ada unsur pengusaha. Di sinilah jelas sekali terlihat komersialisasi pendidikan tumbuh dan berkembang, meskipun dalam tingkat implementasinya ia bermain dibalik layar.
Disadari atau tidak, dengan system pendidikan saat ini telah menciptakan jurang pemisah antara si miskin dengan si kaya. Karena itu, jika alasannya pendidikan bermutu itu harus mahal, maka argumen ini hanya bertolak di Indonesia. Di luar negeri, misalnya Jerman, Perancis, Belanda dan dibeberapa Negara berkembang lainnya, justru banyak sekolah/perguruan tinggi yang bermutu namun biaya pendidikannya rendah, bahkan ada yang gratiskan biaya pendidikannya. Pendidikan yang berkualitas memang tidak mungkin murah, tetapi persoalannya siapa yang seharusnya membayarnya? Kewajiban pemerintahlah atas nama Negara untuk menjamin setiap warga negaranya untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Ini visi ideal pemerintahan dari segala strukturnya untuk mewujudkan peradaban yang memanusiakan rakyatnya dan juga Bagi bangsa yang ingin maju dan unggul dalam persaingan global. Komersialisasi pendidikan hanya akan mengkotak-kotakkan masyarakat sesuai kelas sosialnya. Pemerintah harusnya lebih mengutamakan pendidikan tanpa adanya politisasi dan komersialisasi, sehingga pendidikan dapat dinikmati oleh semua kalangan masyarakat. Bagaimanapun juga, pendidikan merupakan hal terpenting yang harus dimiliki oleh setiap masyarakat tanpa terkecuali.

1 komentar:

  1. mohon mas dalam menulis itu tolong dicantumkan nama penulisnya,soalnya tulisan ini tulisan saya,dan saya postingkan di kompasiana pertanggal 19 april 2012,lah sedangkan mas memposting tulisan ini tanggal 3 mei 2012
    harap klrafikasinya.
    http://edukasi.kompasiana.com/2012/04/19/pendidikan-yang-bermutu-itu-harus-mahal/

    BalasHapus