Kamis, 30 Januari 2014

Mencolek Generasi “Cuek”

Akhir-akhir ini isu youth (orang muda) sering jadi perbincangan panjang pada lembaga-lembaga multinasional. Tren kepemimpinan modern juga sudah mulai berkiblat pada kepemimpinan yang memberdayakan orang muda. Pergantian tongkat estafet dari yang tua kepada yang muda memang sudah jadi siklus yang wajar. Namun belakangan ini terjadi pergeseran signifikan mengenai cara pandang orang muda terhadap masalah-masalah sosial. Inilah yang membuat kita mesti berhenti sebentar untuk memberi perhatian kepada generasi muda kita.

Pergeseran cara pandang tersebut sangat dipengaruhi oleh perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Penetrasi teknologi ini dengan segala turunannya berhasil membuyarkan tatanan masyarakat kita. Mendekatkan yang jauh, dan menjauhkan yang dekat. Kita bisa mengetahui detil agenda harian kawan kita di seberang lautan via media sosial. Dia lupa minum obat pun kita juga tahu. Tapi kita malah tidak tahu kalau tetangga satu kompleks meninggal dan sudah dua hari dikubur. Racun teknologi inilah yang membuat generasi muda kita menjadi generasi “autis”. Apalagi mereka memang terlahir untuk melek dan intim dengan teknologi.


Ada fenomena menarik mengenai orang muda yang berhasil di-capture oleh Kompasianer Kafi Kurnia lewat tulisannya yang jadi Headline di kanal ekonomi senin kemarin. Ternyata selain hampir dibuat buta oleh racun teknologi, generasi muda kita juga sudah cenderung cuek terhadap masalah-masalah aktual yang digandrungi generasi di atasnya. Di Kompasiana, tulisan-tulisan mengenai Jokowi, capres, partai-partai bermasalah dan artikel sejenis begitu tayang langsung di-hit ratusan orang. Ini sampling saja. Saya melihat fenomena yang sama pada beberapa portal berita on linelainnya.

Sebaliknya  isu-isu yang menyangkut masa depan negeri ini, ternyata ditanggapi dingin saja oleh sebagian orang muda. Mereka sudah terlanjur skeptis terhadap masa depannya sendiri. Selain lebih memilih sibuk dengan “dunianya” sendiri, bisa jadi juga jeroan yang disajikan media setiap hari ikut membentuk pola pikir mereka. Tadi pagi sebelum ngantor saya iseng mencet-mencet remote TV, lalu jengah. Setiap channelyang saya pilih sedang menayangkan berita gugatan cerai Ayu Ting Ting terhadap Enji, suaminya. Lihat saja, drama satire seperti itu, termasuk berita korupsi dan ketidakbecusan pemerintah seperti rentetan peluru yang menyerang alam bawah sadar kita, termasuk orang-orang muda kita.

Tapi bagaimanapun juga, generasi muda adalah potensi yang tidak boleh diabaikan. Kalau potensi itu sedang cuek bebek, tugas orang tua-lah untuk kembali merangkul mereka. Memang butuh strategi, seperti seorang jendral yang hendak berangkat perang. Strategi-strategi inilah inilah yang sedang jadi issue sentral sejumlah organisasi besar. Pakar new wave marketing, Hermawan Kartajaya pun menggarisbawahi orang muda sebagai potensi besar pemasaran tahun 2014 ini.

Mungkin cara yang paling aplikatif adalah menggunakan pendekatan teknologi informasi. Ini cara jitu untuk ikut menyelam ke dalam dunia orang muda. Seorangteenager yang kelihatan kurang mampu berkawan di dunia nyata bisa jadi punya sahabat ribuan orang di dunia maya. Media sosial adalah tempat yang nyaman bagi mereka untuk bersosialisasi dan mengekspresikan diri tanpa perlu takut konfrontasi secara langsung. Walaupun yang namanya bully mem-bully juga ada di dunia maya, disitulah mereka menemukan dunianya.

Sekali-sekali dengar obrolan anak atau adik-adik kita, mereka sangat tertarik dengan aplikasi medsos terbaru, trending topic, netizen yang lagi beken dan berita-berita seperti itu. Dengan demikian menggunakan media seperti ini untuk mendekati mereka jadi wajib hukumnya. Mereka akan lebih welcome berdiskusi melalui dunia maya, dibanding head to head di dunia nyata. Seminar-seminar untuk orang muda lebih sering sepi, kontras dengan aktivitas mereka di group-group dunia maya.

Minat dan hobi adalah sarana sosialisasi. Banyak organisasi-organisasi kepemudaan yang kian hari anggotanya kian menyusut. Mereka merekrut anggota baru, tapi tanpa maintanance untuk anggota lama dampaknya sama saja. Orang muda masa kini agak berbeda dengan masa sebelumnya yang cukup mudah diajak ngumpul tanpa tema yang jelas, karena dulu budaya ketimuran kita “ngumpul” itu, masih cukup kental. Tapi saat ini harus pintar-pintar memotivasi mereka untuk ngumpul. Salah satu caranya adalah membuat perkumpulan atau paguyuban orang-orang muda dengan minat yang sama. Orang-orang muda akan merasa nyaman berada di  tengah-tengah kawan yang setipe. Bisa jadi perkumpulan itu berupa sanggar, teater, vokal group, mahasiswa pencinta alam, bela diri, dan lain-lain. Mulai dari yang positif sampai yang “rada-rada” negatif seperti geng motor itu. Orang muda sekarang membutuhkan kegiatan yang lebih “praktis”, bukan lagi kegiatan-kegiatan konseptual.

Memberi Pujian. Rasanya kalau bicara orang muda, masyarakat kita lebih banyak menerima dan meneruskan informasi yang negatif ketimbang yang positif. Oleh karena itu seringkali generasi ini mendapat “cap” negatif. Padahal kalau kita mau sedikit repot mencari berita, tidak sedikit pula prestasi generasi muda yang disumbangkan untuk negeri ini, bahkan sampai ke pentas luar negeri sana. Perlakuan yang kurang fair ini juga menjadi alasan mengapa sebagian orang muda enggan mengejar prestasi. “Kalau jelek disalahkan. Bagus, malah dingin-dingin saja. Sekalian cuek bebek sajalah.”

Orang muda itu haus akan apresiasi. Pujian dan penghargaan menjadi sinyal bagi mereka kalau mereka sudah berada “on the track” dan tanda bahwa generasi tua memberi perhatian kepada mereka. Ke depannya, penghargaan tersebut akan memacu dirinya untuk terus mengasah diri sampai siap memegang tongkat estafet kepemimpinan selanjutnya. Mereka selalu siap menerima “tamparan” saat berbuat salah, lebih dari yang kita perkirakan. Tapi sebaliknya, mereka butuh apresiasi saat berprestasi.

Tanpa dukungan generasi yang lebih tua, generasi muda akan bertumbuh alami mengikuti arus zaman. Mereka akan dibawa kemana? Hanya mereka yang bisa menjawabnya karena hanya mereka yang bisa sampai ke muara arus tersebut. (PG)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar